BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Indonesia dengan garis pantainya sepanjang
81.000 km dan perairan pantainya seluas 5.6 juta km2 berpotensi
untuk menghasilkan produk perikanan yang dapat mensejahtrakan rakyatnya.
Selain itu wilayah perairan pantai tersebut juga merupakan sumber lapangan
kerja bagi penduduk sekitarnya, wisata bahari dan pantai.
produk perikanan, udang dan ikan yang menjadi
sentral utama dari ekonomi Indonesia
kedepan. Salah satunya adalah pengembangan kegiatan budidaya pantai di awal tahun
1980-an. Budidaya pantai yakni pertambakan dilakukan secara lebih
intensif dengan komoditas utama saat ini adalah udang windu Penaeus monodon.
Produk budidaya ini terutama untuk tujuan ekspor mancanegara sebagai
penghasil devisa.
1.
2
Tujuan penulisan
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk
lebih memudahkan dalam mempelajari Penaeus monodon secara khusus serta mampu membedakan dengan
pengelompokan / penggolongan dengan filum antrophoda dari spesies yang
satu dan yang lainnya.
1. 3 Manfaat
Maanfaat dari udang windu sendiri
adalah sebagai sumber protein yang sangat tinggi. Sampai-sampai limbah dari
kulit udang yang mengandung chithin
tersebut di Negara maju digunakan untuk kebutuhan industri seperti di
bidang farmasi, bioteknologi, kosmetik, kertas, pangan dll.
BAB
II
TINJAUAN UMUM
TINJAUAN UMUM
2.
1. Pengertian Crustacea
Crustacea adalah
suatu kelompok besar dari arthropoda, terdiri dari kurang lebih 52.000 spesies
yang terdeskripsikan, dan biasanya dianggap sebagai suatu subfilum. Kelompok ini
mencakup hewan-hewan yang cukup dikenal seperti lobster,
kepiting,
udang,
udang karang, serta teritip
Mayoritas merupakan hewan air, baik air tawar
maupun laut,
walaupun beberapa kelompok telah beradaptasi dengan kehidupan darat, seperti kepiting darat Kebanyakan
anggotanya dapat bebas bergerak, walaupun beberapa takson bersifat
parasit
dan hidup dengan menumpang pada inangnya.
Tubuh Crustacea
terdiri atas dua bagian, yaitu kepala dada
yang menyatu (sefalotoraks) dan perut atau badan belakang (abdomen). Bagian sefalotoraks dilindungi
oleh kulit keras yang disebut karapas dan 5 pasang kaki yang terdiri dari 1
pasang kaki capit (keliped) dan 4 pasang kaki jalan. Selain itu, di
sefalotoraks juga terdapat sepasang antena, rahang atas,
dan rahang bawah. Sementara pada bagian abdomen
terdapat 5 pasang kaki renang dan di bagian ujungnya terdapat ekor. Pada udang betina,
kaki di bagian abdomen
juga berfungsi untuk menyimpan telurnya. Sistem
pencernaan Crustacea dimulai dari mulut, kerongkong, lambung, usus, dan anus Sisa metabolisme
akan diekskresikan melalui sel api. Sistem saraf
Crustacea disebut sebagai sistem saraf
tangga tali, dimana ganglion kepala (otak) terhubung dengan
antena (indra peraba), mata (indra penglihatan), dan statosista (indra
keseimbangan). Hewan-hewan Crustacea bernapas dengan insang yang melekat
pada anggota tubuhnya dan sistem peredaran darah yang dimilikinya adalah sistem
peredaran darah terbuka.
O2 masuk dari air ke pembuluh insang, sedangkan CO2 berdifusi dengan arah
berlawanan. O2 ini akan diedarkan ke seluruh tumbuh tanpa melalui pembuluh
darah. Golongan hewan ini bersifat diesis (ada jantan dan
betina) dan pembuahan berlangsung di dalam tubuh betina (fertilisasi
internal). Untuk dapat menjadi dewasa, larva hewan akan mengalami
pergantian kulit (ekdisis) berkali-kali.
2. 2 siklus hidup
Betina mampu menelurkan 500.000 hingga 1 juta telur, yang akan menetas
setelah 24jam menjadi larva (nauplius). Nauplius kemudian bermetamorfosis
memasuki fase ke-2 yaiutu Zoea . Zoea memakan ganggang liar. Setelah beberapa
hari bermetamorfosis lagi menjadi Mysis. Mysis ini memakan ganggang dan
zooplankton. Setelah 3-4 hari kemudian mereka bermetamorfosis terakhir kali
memasuki tahap pasca larva, yaitu udang muda yang sudah memiliki c iri-ciri
hewan dewasa. Seluruh proses tersebut memakan waktu sekitar 12 hari dari
pertama kali menetas.
Pascalarva kemudian bermigrasi ke estuary, yang sangat kaya akan nutrisi
dan bersalinitas rendah. Disana mereka menjadi dewasa. Udang tersebut merupakan
hewan bentik yang utamanya tinggal didasar laut.
BAB
III
TINJAUAN
KHUSUS
3.
1.
Klasifikasi
Menurut
Courtland (1999), udang windu dapat diklasifikasikan adalah sebagai berikut:
Kerajaan
: Animalia
Filum
: Arthropoda
Kelas
: Crustacea
Sub-kelas
: Malacostraca
Super
ordo : Eucarida
Ordo
: Decapoda
Sub
ordo : Dendrobranchiata
Famili
: Penaeidae
Spesies : Penaeus monodon
3.
2.Morfologi
Udang Windu
Ditinjau
dari morfologi , tubuh udang windu (Panaeus
monodon). Terbagi menjadi 2 bagian, yakni bagian kepala yang menyatu dengan
bagian dada (kepala-dada) disebut cephalothorax dan bagian perut (abdomen) yang
terdapat ekor dibagian belakangnya. Semua bagian badan terdiri dari ruas-ruas
(segmen). Kepela-dada terdiri dari 13 ruas, yaitu kepalanya sendiri 5 ruas dan
dadanya 8 ruas, sedangkan bagian perut terdiri dari atas 6 segmen dan 1 telson.
Tiap ruas badan mempunyai sepasang anggota badan yang beruas-ruas pula.
Seluruh
tubuh tertutup oleh kerangka luar yang disebut eksoskeleton, yang terbuat dari
zat chittin. Bagian kepala ditutupi oleh cangkang kepala (karapaks) yang
ujungnya meruncing disebut rostrum. Kerangka tersebut mengeras, kecuali pada
sambungan-sambungan antara dua ruas tubuh yang berdekatan. Hal ini memudahkan
mereka untuk bergerak. Udang windu betina lebih cepat tumbuh daripada udang
jantan. Sehingga pada umur yang sama tubuh udang betina lebih besar daripda
udang windu jantan.
Dibagian
kepala-dada terdapat anggota tubuh lainnya yang berpasng-pasangan.
Berturut-turut dari muka kebelakang adalah sungut kecil (antennula), sirip
kepala (scophocerit), sungut besar (antenna), rahang (mandibula), alat-alat
pembantu rahang (maxilla), dan kaki jalan (pereiopoda). Dibagian perut terdapat
5 pasng kaki renang (pleopoda). Ujung ruas ke-6 arah belakang menbentuk ujung
ekor (telson) dibawah pangkal ujung ekor terdapat lubang dubur (anus).
3.Makanan dan kebiasaan makan
Udang windu bersifat
omnivor, pemakan detritus dan sisa-sisa organik baik hewani maupun nabati.
Udang ini mempunyai sifat dapat menyesuaikan diri dengan makanan yang tersedia
di lingkunagnnya, tidak besifat terlalu memilih-milih (Dall dalam Toro
dan Soegiarto, 1979). Sedang pada tingkat mysis, makanannya berupa campuran
diatome, zooplankton seperti balanus, veligere, copepod dan trehophora
Udang windu merupakan
organisme yang aktif mencari makan pada malam hari (nocturnal). Jenis
makanannya sangat bervariasi tergantung pada tingkatan umur. Pada stadia benih,
makanan utamanya adalah plankton (fitoplankton dan zooplankton). Udang windu
dewasa menyukai daging binatang lunak atau moluska (kerang, tiram, siput),
cacing, annelida yaitu cacing Polychaeta, dan crustacea. Dalam usaha budidaya,
udang windu mendapatkan makanan alami yang tumbuh di tambak, yaitu klekap,
lumut, plankton, dan benthos. Udang windu akan bersifat kanibal bila kekurangan
makanan.
BAB IV
PEMBAHASAN
Udang merupakan jenis ikan konsumsi air payau, badan
beruas berjumlah 13 (5 ruas kepala dan 8 ruas dada) dan seluruh tubuh ditutupi
oleh kerangka luar yang disebut eksosketelon. Umumnya udang yang terdapat di
pasaran sebagian besar terdiri dari udang laut. Hanya sebagian kecil saja yang
terdiri dari udang air tawar, terutama di daerah sekitar sungai besar dan rawa
dekat pantai. Udang air tawar pada umumnya termasuk dalam keluarga
Palaemonidae, sehingga para ahli sering menyebutnya sebagai kelompok udang
palaemonid. Udang laut, terutama dari keluarga Penaeidae, yang bisa disebut
udang penaeid oleh para ahli. Udang merupakan salah satu bahan makanan sumber
protein hewani yang bermutu tinggi. Bagi Indonesia udang merupakan primadona
ekspor non migas. Permintaan konsumen dunia terhadap udang rata-rata naik 11,5%
per tahun. Walaupun masih banyak kendala, namun hingga saat ini negara produsen
udang yang menjadi pesaing baru ekspor udang Indonesia terus bermunculan.
MANFAAT
- Udang merupakan bahan makanan yang mengandung protein tinggi, yaitu 21%, dan rendah kolesterol, karena kandungan lemaknya hanya 0,2%. Kandungan vitaminnya dalam 100 gram bahan adalah vitamin A 60 SI/100; dan vitamin B1 0,01 mg. Sedangkan kandungan mineral yang penting adalah zat kapur dan fosfor, masing-masing 136 mg dan 170 mg per 100 gram bahan.
- Udang dapat diolah dengan beberapa cara, seperti beku, kering, kaleng, terasi, krupuk, dll.
- Limbah pengolahan udang yang berupa jengger (daging di pangkal kepala) dapat dimanfaatkan untuk membuat pasta udang dan hidrolisat protein.
- Limbah yang berupa kepala dan kaki udang dapat dibuat tepung udang, sebagai sumber kolesterol bagi pakan udang budidaya.
- Limbah yang berupa kulit udang mengandung chitin 25% dan di negara maju sudah dapat dimanfaatkan dalam industri farmasi, kosmetik, bioteknologi, tekstil, kertas, pangan, dll.
- Chitosan yang terdapat dalam kepala udang dapat dimanfaatkan dalam industri kain, karena tahan api dan dapat menambah kekuatan zat pewarna dengan sifatnya yang tidak mudah larut dalam air.
BAB V
KESIMPULAN
Sebagian besar udang windu dikonsumsi oleh manusia
sebagai makanan yang kaya protein hewani, udang
windu dapat dibudidayakan dan juga bertujuan sebagai sumber devisa Negara non
migas.
Udang
windu merupakan jenis ikan konsumsi air payau, badan beruas
berjumlah 13 (5 ruas kepala dan 8 ruas dada) dan seluruh tubuh ditutupi oleh
kerangka luar yang disebut eksosketelon. Udang windu termasuk dalam keluarga
Palaemonidae, sehingga para ahli sering menyebutnya sebagai kelompok udang
palaemonid.. Udang merupakan salah satu bahan makanan sumber protein hewani
yang bermutu tinggi. Bagi Indonesia
udang merupakan primadona ekspor non migas. Permintaan konsumen dunia terhadap
udang rata-rata naik 11,5% per tahun. Walaupun masih banyak kendala, namun
hingga saat ini negara produsen udang yang menjadi pesaing baru ekspor udang Indonesia
terus bermunculan.
DAFTAR PUSTAKA
Darmono. 1991.
Budidaya Udang Penaeus . Kanisius. Yogyakarta.
Suyanto, S.R.
dan Mudjiman, A. 1999. Budidaya Udang Windu. Penebar Swadaya. Jakarta.
Murtidjo, B.A.
1992. Budidaya Udang Windu Sistem Monokultur. Kanisius. Yogyakarta.
http://id.wikipedia.org/wiki/Udang_windu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar