PUNCAK CIREMAI

PUNCAK CIREMAI

Kamis, 19 April 2012

Penaeus monodon

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang
Indonesia dengan garis pantainya sepanjang 81.000 km dan perairan pantainya seluas 5.6 juta km2 berpotensi untuk menghasilkan produk perikanan yang dapat mensejahtrakan rakyatnya.  Selain itu wilayah perairan pantai tersebut juga merupakan sumber lapangan kerja bagi penduduk sekitarnya, wisata bahari dan pantai.
produk perikanan, udang dan ikan yang menjadi sentral utama dari ekonomi Indonesia kedepan. Salah satunya adalah pengembangan kegiatan budidaya pantai di awal tahun 1980-an.  Budidaya pantai yakni pertambakan dilakukan secara lebih intensif dengan komoditas utama saat ini adalah udang windu Penaeus monodon.  Produk budidaya ini terutama untuk tujuan ekspor mancanegara sebagai penghasil devisa.
1.  2 Tujuan penulisan
          Tujuan dari penulisan ini adalah untuk lebih memudahkan dalam mempelajari Penaeus monodon secara khusus serta mampu membedakan dengan pengelompokan / penggolongan dengan filum antrophoda dari spesies yang satu dan yang lainnya.
         
1.   3  Manfaat
          Maanfaat dari udang windu sendiri adalah sebagai sumber protein yang sangat tinggi. Sampai-sampai limbah dari kulit udang yang mengandung chithin  tersebut di Negara maju digunakan untuk kebutuhan industri seperti di bidang farmasi, bioteknologi, kosmetik, kertas, pangan dll.

BAB II
TINJAUAN UMUM
2.     1. Pengertian Crustacea
Crustacea adalah suatu kelompok besar dari arthropoda, terdiri dari kurang lebih 52.000 spesies yang terdeskripsikan, dan biasanya dianggap sebagai suatu subfilum. Kelompok ini mencakup hewan-hewan yang cukup dikenal seperti lobster, kepiting, udang, udang karang, serta teritip Mayoritas merupakan hewan air, baik air tawar maupun laut, walaupun beberapa kelompok telah beradaptasi dengan kehidupan darat, seperti kepiting darat Kebanyakan anggotanya dapat bebas bergerak, walaupun beberapa takson bersifat parasit dan hidup dengan menumpang pada inangnya.
Tubuh Crustacea terdiri atas dua bagian, yaitu kepala dada yang menyatu (sefalotoraks) dan perut atau badan belakang (abdomen). Bagian sefalotoraks dilindungi oleh kulit keras yang disebut karapas dan 5 pasang kaki yang terdiri dari 1 pasang kaki capit (keliped) dan 4 pasang kaki jalan. Selain itu, di sefalotoraks juga terdapat sepasang antena, rahang atas, dan rahang bawah. Sementara pada bagian abdomen terdapat 5 pasang kaki renang dan di bagian ujungnya terdapat ekor. Pada udang betina, kaki di bagian abdomen juga berfungsi untuk menyimpan telurnya. Sistem pencernaan Crustacea dimulai dari mulut, kerongkong, lambung, usus, dan anus Sisa metabolisme akan diekskresikan melalui sel api. Sistem saraf Crustacea disebut sebagai sistem saraf tangga tali, dimana ganglion kepala (otak) terhubung dengan antena (indra peraba), mata (indra penglihatan), dan statosista (indra keseimbangan). Hewan-hewan Crustacea bernapas dengan insang yang melekat pada anggota tubuhnya dan sistem peredaran darah yang dimilikinya adalah sistem peredaran darah terbuka. O2 masuk dari air ke pembuluh insang, sedangkan CO2 berdifusi dengan arah berlawanan. O2 ini akan diedarkan ke seluruh tumbuh tanpa melalui pembuluh darah. Golongan hewan ini bersifat diesis (ada jantan dan betina) dan pembuahan berlangsung di dalam tubuh betina (fertilisasi internal). Untuk dapat menjadi dewasa, larva hewan akan mengalami pergantian kulit (ekdisis) berkali-kali.


2.     2 siklus hidup
Betina mampu menelurkan 500.000 hingga 1 juta telur, yang akan menetas setelah 24jam menjadi larva (nauplius). Nauplius kemudian bermetamorfosis memasuki fase ke-2 yaiutu Zoea . Zoea memakan ganggang liar. Setelah beberapa hari bermetamorfosis lagi menjadi Mysis. Mysis ini memakan ganggang dan zooplankton. Setelah 3-4 hari kemudian mereka bermetamorfosis terakhir kali memasuki tahap pasca larva, yaitu udang muda yang sudah memiliki c iri-ciri hewan dewasa. Seluruh proses tersebut memakan waktu sekitar 12 hari dari pertama kali menetas.
Pascalarva kemudian bermigrasi ke estuary, yang sangat kaya akan nutrisi dan bersalinitas rendah. Disana mereka menjadi dewasa. Udang tersebut merupakan hewan bentik yang utamanya tinggal didasar laut.




















BAB III
TINJAUAN KHUSUS
3.     1. Klasifikasi
Menurut Courtland (1999), udang windu dapat diklasifikasikan adalah sebagai berikut:
Kerajaan : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Crustacea
Sub-kelas : Malacostraca
Super ordo : Eucarida
Ordo : Decapoda
Sub ordo : Dendrobranchiata
Famili : Penaeidae
Spesies : Penaeus monodon

3.     2.Morfologi Udang Windu
            Ditinjau dari morfologi , tubuh udang windu (Panaeus monodon). Terbagi menjadi 2 bagian, yakni bagian kepala yang menyatu dengan bagian dada (kepala-dada) disebut cephalothorax dan bagian perut (abdomen) yang terdapat ekor dibagian belakangnya. Semua bagian badan terdiri dari ruas-ruas (segmen). Kepela-dada terdiri dari 13 ruas, yaitu kepalanya sendiri 5 ruas dan dadanya 8 ruas, sedangkan bagian perut terdiri dari atas 6 segmen dan 1 telson. Tiap ruas badan mempunyai sepasang anggota badan yang beruas-ruas pula.
            Seluruh tubuh tertutup oleh kerangka luar yang disebut eksoskeleton, yang terbuat dari zat chittin. Bagian kepala ditutupi oleh cangkang kepala (karapaks) yang ujungnya meruncing disebut rostrum. Kerangka tersebut mengeras, kecuali pada sambungan-sambungan antara dua ruas tubuh yang berdekatan. Hal ini memudahkan mereka untuk bergerak. Udang windu betina lebih cepat tumbuh daripada udang jantan. Sehingga pada umur yang sama tubuh udang betina lebih besar daripda udang windu jantan.
            Dibagian kepala-dada terdapat anggota tubuh lainnya yang berpasng-pasangan. Berturut-turut dari muka kebelakang adalah sungut kecil (antennula), sirip kepala (scophocerit), sungut besar (antenna), rahang (mandibula), alat-alat pembantu rahang (maxilla), dan kaki jalan (pereiopoda). Dibagian perut terdapat 5 pasng kaki renang (pleopoda). Ujung ruas ke-6 arah belakang menbentuk ujung ekor (telson) dibawah pangkal ujung ekor terdapat lubang dubur (anus).
3.Makanan dan kebiasaan makan
Udang windu bersifat omnivor, pemakan detritus dan sisa-sisa organik baik hewani maupun nabati. Udang ini mempunyai sifat dapat menyesuaikan diri dengan makanan yang tersedia di lingkunagnnya, tidak besifat terlalu memilih-milih (Dall dalam Toro dan Soegiarto, 1979). Sedang pada tingkat mysis, makanannya berupa campuran diatome, zooplankton seperti balanus, veligere, copepod dan trehophora
Udang windu merupakan organisme yang aktif mencari makan pada malam hari (nocturnal). Jenis makanannya sangat bervariasi tergantung pada tingkatan umur. Pada stadia benih, makanan utamanya adalah plankton (fitoplankton dan zooplankton). Udang windu dewasa menyukai daging binatang lunak atau moluska (kerang, tiram, siput), cacing, annelida yaitu cacing Polychaeta, dan crustacea. Dalam usaha budidaya, udang windu mendapatkan makanan alami yang tumbuh di tambak, yaitu klekap, lumut, plankton, dan benthos. Udang windu akan bersifat kanibal bila kekurangan makanan.



BAB IV
PEMBAHASAN

Udang merupakan jenis ikan konsumsi air payau, badan beruas berjumlah 13 (5 ruas kepala dan 8 ruas dada) dan seluruh tubuh ditutupi oleh kerangka luar yang disebut eksosketelon. Umumnya udang yang terdapat di pasaran sebagian besar terdiri dari udang laut. Hanya sebagian kecil saja yang terdiri dari udang air tawar, terutama di daerah sekitar sungai besar dan rawa dekat pantai. Udang air tawar pada umumnya termasuk dalam keluarga Palaemonidae, sehingga para ahli sering menyebutnya sebagai kelompok udang palaemonid. Udang laut, terutama dari keluarga Penaeidae, yang bisa disebut udang penaeid oleh para ahli. Udang merupakan salah satu bahan makanan sumber protein hewani yang bermutu tinggi. Bagi Indonesia udang merupakan primadona ekspor non migas. Permintaan konsumen dunia terhadap udang rata-rata naik 11,5% per tahun. Walaupun masih banyak kendala, namun hingga saat ini negara produsen udang yang menjadi pesaing baru ekspor udang Indonesia terus bermunculan.
MANFAAT
  1. Udang merupakan bahan makanan yang mengandung protein tinggi, yaitu 21%, dan rendah kolesterol, karena kandungan lemaknya hanya 0,2%. Kandungan vitaminnya dalam 100 gram bahan adalah vitamin A 60 SI/100; dan vitamin B1 0,01 mg. Sedangkan kandungan mineral yang penting adalah zat kapur dan fosfor, masing-masing 136 mg dan 170 mg per 100 gram bahan.
  2. Udang dapat diolah dengan beberapa cara, seperti beku, kering, kaleng, terasi, krupuk, dll.
  3. Limbah pengolahan udang yang berupa jengger (daging di pangkal kepala) dapat dimanfaatkan untuk membuat pasta udang dan hidrolisat protein.
  4. Limbah yang berupa kepala dan kaki udang dapat dibuat tepung udang, sebagai sumber kolesterol bagi pakan udang budidaya.
  5. Limbah yang berupa kulit udang mengandung chitin 25% dan di negara maju sudah dapat dimanfaatkan dalam industri farmasi, kosmetik, bioteknologi, tekstil, kertas, pangan, dll.
  6. Chitosan yang terdapat dalam kepala udang dapat dimanfaatkan dalam industri kain, karena tahan api dan dapat menambah kekuatan zat pewarna dengan sifatnya yang tidak mudah larut dalam air.



BAB V
KESIMPULAN
Sebagian besar udang windu dikonsumsi oleh manusia sebagai makanan yang kaya protein hewani, udang windu dapat dibudidayakan dan juga bertujuan sebagai sumber devisa Negara non migas.
Udang windu merupakan jenis ikan konsumsi air payau, badan beruas berjumlah 13 (5 ruas kepala dan 8 ruas dada) dan seluruh tubuh ditutupi oleh kerangka luar yang disebut eksosketelon. Udang windu termasuk dalam keluarga Palaemonidae, sehingga para ahli sering menyebutnya sebagai kelompok udang palaemonid.. Udang merupakan salah satu bahan makanan sumber protein hewani yang bermutu tinggi. Bagi Indonesia udang merupakan primadona ekspor non migas. Permintaan konsumen dunia terhadap udang rata-rata naik 11,5% per tahun. Walaupun masih banyak kendala, namun hingga saat ini negara produsen udang yang menjadi pesaing baru ekspor udang Indonesia terus bermunculan.


















DAFTAR PUSTAKA

Darmono. 1991. Budidaya Udang Penaeus . Kanisius. Yogyakarta.
Suyanto, S.R. dan Mudjiman, A. 1999. Budidaya Udang Windu. Penebar Swadaya. Jakarta.
Murtidjo, B.A. 1992. Budidaya Udang Windu Sistem Monokultur. Kanisius. Yogyakarta.
http://id.wikipedia.org/wiki/Udang_windu



Tidak ada komentar:

Posting Komentar