PUNCAK CIREMAI

PUNCAK CIREMAI

Jumat, 09 November 2012

MAKNA IDUL ADHA

MAKNA IDUL ADHA BAGI KEHIDUPAN

Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu ni’mat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan sembelihlah hewan. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus. (QS al-Kautsar: 1
-3)

Pemberian nikmat oleh Allah kepada manusia tak terhingga. Anak isteri dan harta kekayaan adalah sebagian nikmat dari Allah. Kesehatan dan kesempatan juga nikmat yang sangat penting. Manusia juga diberi nikmat pangkat kedudukan jabatan dan kekuasaan. Segala yang dimiliki manusia adalah nikmat dari Allah baik berupa materi maupun non materi. Namun bersama itu pula semua ni’mat tersebut sekaligus menjadi cobaan atau ujian fitnah atau bala? bagi manusia dalam kehidupannya. Allah berfirman: "Dan ketahuilah bahwasanya harta kekayaanmu dan anak-nakmu adalah fitnah. Dan sesungguhnya Allah mempunyai pahala yg besar."

Meskipun Allah memberikan ni’mat-Nya yg tak terhingga kepada manusia tetapi dalam kenyataan Allah melebihkan apa yang diberikan kepada seseorang daripada yang lain. Sehingga ada yg kaya raya cukup kaya miskin bahkan ada yang menjadi seorang papa gelandangan berteduh di kolong langit. Demikian juga ada yg menjadi penguasa ada yg rakyat jelata. Ada pimpinan/kepala dan ada bawahan/anak buah. Ini semua juga dalam rangka cobaan bagi siapa yang benar-benar mukmin dan siapa yang hanya mukmin di bibir saja.

Salah satu bukti bahwa seorang mukmin telah lulus cobaan dalam ni’mat harta kekayaan adalah ia dengan ikhlas mengunakannya untuk ibadah haji. Sehingga bagi orang demikian akan memperoleh haji yang mabrur. Sedang haji mabrur pahalanya hanyalah surga sebagaimana sabda Nabi SAW? Orang yang dapat mencapai haji yang mabrur tiada pahala yang pantas baginya selain surga?

Betapa gembira dan bahagianya orang kaya yang dapat mencapai haji mabrur demikian. Belum lagi jika ia sempat salat berjamaah di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi maka tiada terkira lagi pahalanya. Namun ini konteksnya adalah orang yang kaya. Sedang orang yg tidak mampu/miskin tidak perlu berkecil hati. Bagi kita yg tidak mampu maka konteksnya terkandung dalam hadits Nabi SAW berikut “Hajinya orang yg tidak mampu adalah berpuasa pada hari Arafah."

Itulah maka sangat disayangkan bila di antara kita ada yang menyia-siakan kesempatan dari Allah yakni tidak mau berpuasa pada tanggal 9 Dzulhijjah yang disebut puasa Arafah itu.

Cobaan tentang harta kekayaan juga berkaitan dgn pelaksanaan ibadah udhiyah yakni menyembelih hewan yang terkenal dgn hewan qurban di hari raya. Karena pada hari ini Allah mensyariatkan untuk ber-udhiyah (menyembelih hewan) maka hari raya ini disebut dengan hari raya Adha. Demikian juga penjelasan Rasulullah SAW? Hari raya fitrah adalahpada hari manusia berbuka menyudahi puasa Ramadan. Sedangkan hari raya Adha adalah pada hari manusia ber-udhiyah?

Maka salah satu bukti lagi bahwa seseorang lulus dari cobaan harta adalah ia dengan ikhlas mau mengunakannya untuk ber-udhiyah baik itu berupa sapi kerbau maupun kambing. Ini tergantung pada kemampuan masing-masing. Seekor kambing boleh digunakan untuk satu orang beserta keluarga seisi rumahnya. Sedang sapi/kerbau boleh untuk tujuh orang beserta keluarga seisi rumah mereka masing-masing. Daging sembelihan ini termasuk syiar agama yakni utk dimakan menjamu tamu diberikan kepada yang meminta atau yang tidak meminta (orang mampu). Daging ini juga boleh disimpan untuk dimakan hingga hari tasyrik. Allah berfirman: "Maka makanlah sebahagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta." (QS. Al-Hajj 36).

Sementara itu cobaan besar terhadap sesuatu yg dimiliki manusia pernah dialami Abul Anbiya? Khalilurrahman Ibrahim AS. Beliau telah lulus ujian atau cobaan dari Allah. Hal ini didokumentasikan dalam Al-Qur'an? Dan ketika Ibrahim diberi cobaan oleh Tuhannya dengan beberapa kalimat lalu Ibrahim lulus dalam cobaan itu.

Kelulusan Ibrahim tidak hanya dalam melaksanakan perintah Allah tetapi juga dalam kebijaksanaannya menyampaikan perintah itu kepada anaknya yang sangat dicintainya. Beliau tidak langsung mengambilnya tiba-tiba dan tidak pula mencari kelengahan atau dengan taktik menculik teror dan intimidasi. Meskipun Ibrahim memiliki massa yang banyak tetapi beliau tidak menggunakan massa agar anaknya bertekuk lutut di hadapannya. Perintah Allah disampaikannya dgn transparan penuh argumentasi Ilahiah.

Sedangkan Ismail anak yang patuh dan mengerti kedudukan orang tuanya dan posisinya sebagai anak ia tidak membangkang dan tidak bimbang. Ismail memberikan jawaban yang memancarkan keimanan. Dan tawakkal kepada Allah bukan untuk menonjolkan kepahlawanan atau kegagahan mencari popularitas. Ia tidak melakukan unjuk rasa yang konfrontatif tanpa mengindahkan akhlakul karimah atau dengan kekerasan untuk memprotes kehendak bapaknya.

Sungguh dua tokoh bapak dan anak ini merupakan uswah hasanah bagi umat manusia. Bahkan syariat Nabi Muhammad SAW merupakan syariat yang dulunya telah diwahyukan Allah kepada Ibrahim . Maka kita menyembelih hewan qurban di hari. Idul Adha ini termasuk meneladani sunnah Ibrahim.

Idul Adha memiliki makna yg penting dalam kehidupan. Makna ini perlu kita renungkan dalam-dalam dan selalu kita kaji ulang agar kita lulus dari berbagai cobaan Allah.

MaknaIdul Adha tersebut

Menyadari kembali bahwa makhluk yang namanya manusia ini adl kecil belaka betapapun berbagai kebesaran disandangnya. Inilah makna kita mengumandangkan takbir Allahu akbar !

Menyadari kembali bahwa tiada yang boleh di-Tuhankan selain Allah. Menuhankan selain Allah bukanlah semata-mata menyembah berhala seperti di zaman jahiliah. Di zaman globalisasi ini orang dapat menuhankan tokoh lebih-lebih lagi si tokoh itu sempat menjadi pucuk pimpinan partainya menjadi presiden/wakil presiden atau ketua lembaga perwakilan rakyat. Orang sekarang juga cenderung mengidolakan politik dan ekonomi. Politik menjelma jadi segala-galanya dan ekonomi adalah tujuan hidupnya yang sejati. Bahkan HAM menjadi acuan utama segala gerak kehidupan. Padahal ini bertentangan dengan makna kalimah tauhid La ilaha illallah!

Menyadari kembali bahwa pada hakikatnya yang memiliki puja dan puji itu hanyalah Allah. Maka alangkah celakanya orang yang gila puja dan puji sehingga kepalanya cepat membesar dadanya melebar dan hidungnya bengah bila dipuji orang lain. Namun segera naik pitam wajah merah dan jantung berdetak melambung bila ada orang yang mencela mengkritik dan mengoreksinya. Inilah makna kita kumandangkan tahmid Wa lillahil-hamd !

Menyadari kembali bahwa manusia ini ibarat sedang melancong atau bepergian yang suatu saat rindu untuk pulang ke tempat tinggal asal yakni tempat yang mula-mula dibangun rumah ibadah bagi manusia Kabah Baitullah. Inilah salah satu makna bagi yang tidak menunda-nunda lagi berhaji ke Baitullah. Di sini pula manusia disadarkan kembali bahwa pada hakikatnya manusia itu satu keluarga dalam ikatan satu keimanan. Siapa pun dia dari bangsa apapun adalah saudara bila ia mukmin atau muslim. Tetapi bila seseorang itu kafir adalah bukan saudara kita meskipun dia lahir dari rahim ibu yang sama. Maka orang yang pulang dari haji hendaknya menjadi uswah hasanah bagi warga sekitarnya tidak membesar-besarkan perbedaan yang dimiliki sesama muslim terutama dalam hal yang disebut furuiyah.

Menyadari kembali bahwa segala ni’mat yg diberikan Allah pada hakikatnaya adalah sebagai cobaan atau ujian. Apabila ni’mat itu diminta kembali oleh yang memberi maka manusia tidak dapat berbuat apa-apa. Hari ini jadi konglomerat esok bisa jadi melarat dengan utang bertumpuk jadi karat. Sedang ni’mat yang berupa harta hendaknya kita ikhlas untuk berinfaq di jalan Allah seperti untuk berudhiyah (berqurban).

Percayalah dalam hal harta apabila kita ikhlas di jalan Allah niscaya Allah akan membalasnya dengan berlipat ganda. Tetapi jika kita justru kikir pelit tamak bahkan rakus tunggulah kekurangan kemiskinan dan kegelisahan hati selalu menghimpitnya.

Akhirnya semoga Idul Adha dengan berbagai ibadah yang kita laksanakan sekarang ini dapat membangunkan kembali tidur kita . Kemudian kita berikhtiar lagi sekuat tenaga untuk memperbanyak amal saleh sebagai pelebur amal-amal buruk selama ini. Amin!

SUMBER: ARTIKEL Drs. Syafi’i Salim Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia (dengan beberapa suntingan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar